Rabu, 27 Maret 2013

Segelas Kopi Yang Memabukkan

Kopi, aku suka romanya, suka warnanya, suka bentuknya baik yang masih berupa biji atau yang sudah berbentuk bubuk. Tapi untuk meminumnya, aku butuh banyak sekali alasan alias aku gak terlalu suka bahkan gak suka pake banget. 

2007... waktu itu, aku masih bekerja di salah satu lembaga belajar di Bogor sebagai staf bimbingan konseling. Hari itu aku bertugas dengan salah seorang rekanku untuk menjaga kegiatan try out untuk kelas 3 SMA. Asiknya bagi peserta try out dan tentu para staf, tiap hari kita disuguhi makanan kecil dan minuman seperti teh dan kopi yang ditata seperti layaknya prasmanan. Biasanya, aku selalu memilih membuat teh. Entah kenapa hari itu, mungkin karena terprovokasi seorang teman yang pecinta kopi,akhirnya aku memilih membuat kopi, itupun coffie mix yang artinya gak pure 100% kopi. Kumasukin kopi, gula, dan kuseduh dengan air hangat, aduk-aduk bentar, dan taraaaa siap diminum. Icip sekali, wah ternyata enak ya, gak pahit. Icip pertama terus berlanjut sampai icip-icip berikutnya, walhasil segelas kopi itupun habis. Alhamdulillah. 


Tapi tunggu, tak lama setelah itu, wah kok rasanya kepalaku puyeng ya, ruang kelas kok jadi muter-muter, jantungnya berdetak sangat kencang. Keringat dinginpun mulai mnegucur. Gubrakkk, gimana ini?? Mana harus turun ke lantai 1 lagi dari lantai 3, pake tangga, hiks. Perlahan aku berjalanan sambil pegangan tembok menuju tangga dan terus menuruni tangga hingga sampai di lantai 1. Aku pikir ini hanya efek sesaat saja, tapi ternyata kutunggu sampai 1 jam, kondisiku gak semakin membaik. Bingung, bertahan di kantor rasanya gak nyaman, tapi pulang juga gak yakin kuat. 

Akhirnya setelah menyampaikan ke pimpinan, aku terpaksa pulang lebih 2 jam dari biasanya. Wah, keluar kantor rasanya makin parah, tambah pusing. Setelah berhasil menyeberang, tak lama ada juga angkot yang berhenti, langsung naiklah aku. Sampai di dalam, beruntung penumpang hanya sedikit, ada posisi nyaman buat tiduran bentar. 15 menit kemudian, angkot sudah sampai di terminal akhir, aku turun dan segera berjalan menuju rumah kos (rumah kosku dekat dengan terminal).Agak cepat aku berjalan dengan berusaha tetap menjaga kestabilan dengan harapan sampai di kos lebih cepat. 10 menit berjalan, akhirnya sampai di kos. Serasa menemukan tempatnya, sesampainya di kos, tanpa ba bi bu lagi, ambruklah aku. Finally, home sweet home. Meski gak lama pingsannya tapi cukup membuat heboh penghuni kos,hihihi.

Begitulah kisahku bersama kopi, tak begitu menyenangkan memang, tapi cukuplah sebagai pengisi cerita masa laluku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar