Sabtu, 30 Maret 2013

CERITA DI BALIK NODA – 42 KISAH INSPIRASI JIWA


Judul : Cerita Di Balik Noda – 42 Kisah Inspirasi Jiwa

Penulis : Fira Basuki

Editor  : Candra Gautama

Perancang sampul : LOWE Indonesia

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

Tebal  : 235 halaman

Cetakan Pertama : Januari 2013

Harga : Rp. 40.000,- (Gramedia Pandanaran Semarang)

ISBN  : 978-979-91-0525-7


Noda dan anak sepertinya sahabat yang hampir mustahil terpisahkan. Dalam aktifitas bermain, makan, minum hampir selalu ada percikan noda menyertai. Bagi seorang Ibu, kehadiran noda berarti pekerjaan tambahan untuk segera membersihkannya. Bahkan bagi sebagian orang, noda menjadi hal yang dihindari, semua harus selalu bersih, tak terkecuali. Akan tetapi, kehadiran noda ternyata bila dikelola dengan baik, akan menghimpun banyak pengalaman dan pelajaran seperti yang tertulis dalam buku ”Cerita Di Balik Noda”.

          ”Ya, hidup itu seperti baju kotor. Ketika noda dihilangkan dengan mencucinya bersih-bersih, kita ibarat telah memasuki hidup baru, masa depan baru, dan harapan baru. Selalu ada hikmah di dalam sepercik ”noda”.” (Fira Basuki)

”Cerita Di Balik Noda” adalah buku yang ditulis oleh Fira Basuki.  Penulis kelahiran Surabaya, 7 Juni 1972 ini telah menghasilkan banyak buku best seller dan buku ini menjadi karyanya yang ke-27. Buku ini berisi 42 kisah dimana 38 kisahnya adalah hasil tulisan para peserta lomba menulis bertema ‘Cerita Di Balik Noda’ yang diprakarsai oleh Rinso Indonesia melalui jejaring sosial Facebook. Tulisan para peserta kemudian dikembangkan oleh Fira Basuki. Fira Basuki sendiri menyumbang 4 hasil karyanya, yaitu ”Bos Galak”, ”Sarung Ayah”, ”Pohon Kenangan”, dan ”foto”.

Buku ini tampil dengan gaya bahasa yang sederhana sehingga mudah untuk dicerna oleh siapa saja yang membacanya. Saya tak menemukan satupun diksi yang membuat saya harus memutar otak mencari maknanya. Sederhana karena mungkin kisahnya berasal dari cerita keseharian kita. Oleh karena itu, tak sulit juga rasanya bagi pembaca untuk menemukan lautan hikmah di dalam buku ini. Dalam setiap kisah yang ditampilkan, kita akan menemukan banyak sekali kebijaksanaan hidup dari seorang anak. Hal inilah yang sekaligus menjadi kekuatan utama dari buku ini. Tengoklah kisah Innez dalam cerita Di Antara Sampah (hal. 13) yang mengajarkan kita untuk bertanggung jawab atas segala hal yang kita perbuat. Pelajaran tentang kerelaan kita untuk berkorban bagi orang yang kita sayangi terwakili salah satunya dalam kisah Celengan (hal. 29). Kisah Nasi Bungkus Cinta (hal.38), Imlek Buat Lela (141) mengajarkan kita tentang kepedulian terhadap orang lain yang sedang tertimpa musibah atau hidup kekurangan. Kisah Untuk Papa (hal.49) dan Perban Nenek (hal.63) mengingatkan kita untuk selalu berbuat baik kepada orang tua. Bagi orang tua, buku ini memberi pengetahuan dan inspirasi tentang pentingnya memberikan kebebebasan bagi anak-anak mereka dalam mengeksplorasi dunia mereka seperti yang dikisahkan dalam cerita Koki Cilik (hal. 106). Bagi saya pribadi, kisah yang menjadi favorit saya adalah Pohon Kenangan (hal. 77). Pohon Kenangan  menceritakan romantisme kakak beradik setelah kepergian ibu mereka menghadap Sang Pencipta. Lihatlah bagaimana Dino berhasil membuat Dina, adiknya mengalahkan kekhawatirannya terhadap ”kotor” untuk kembali mengenang masa lalu mereka di atas pohon rambutan. Cerita-cerita itu hanya sebagian kecil saja. Masih banyak cerita lain yang sayang untuk dilewatkan. Anda dapat menikmatinya tentu dengan langsung membaca buku ini.

Namun demikian, dari segala kelebihan yang dimiliki buku ini, tentu menurut saya masih ada beberapa hal yang menjadi kekurangannya. Pada bagian cover buku ini, saya rasa terlalu simpel untuk menggambarkan isi buku ini. Isi buku ini terlampau berwarna sehingga tak cukup diwakilkan pada sebuah warna putih dengan noda berwarna coklat di atasnya. Dalam hal pengetikan, setidaknya saya menemukan ada  3 pengetikan atau pengeditan yang salah, yaitu :
  •  Pada halaman 24 baris ke-26 pada kalimat ”Kain kali, mereka berebut mencari perhatikan saya.” yang mungkin seharusnya ”Lain kali, mereka berebut mencari perhatian saya”.
  • Pada halaman 55 pada baris ke-4 disebutkan bahwa Dewi adalah anak Hani dan pada hal 56 baris ke-21 disebutkan bahwa Wulan adalah adik Hendro. Hal tersebut berkebalikan dengan yang dikisahkan pada hal 57 sampai 62 dimana Wulan menjadi anak Hani dan Hendro. Kesalahan yang terjadi di 6 halaman tersebut cukup mengganggu proses membaca dan tentu menimbulkan kebingungan tentang mana yang seharusnya dituliskan.
  • Pada halaman 192 baris ke-12 terdapat petikan kalimat ”Sssst... jangan menangis” yang seharusnya diberikan tanda baca ”!” sebagai kalimat perintah.

Untuk penggunaan jenis kertas, mungkin akan lebih baik jika menggunakan yang berwarna putih bersih sehingga terlihat mewakili Rinso sebagai pendukung terciptanya buku ini.

Kesimpulan dari buku ini adalah bahwa orang tua memiliki peran utama dalam pengasuhan dan pembentukan pribadi seorang anak. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun diskusi dua arah tentang berbagai kejadian yang dialami oleh anak-anak mereka. Berikan mereka kesempatan untuk bercerita dan bantulah mereka menemukan hikmahnya. Jika hal tersebut terbangun dengan baik, maka anak-anak akan tumbuh dengan kebijaksanaan sebagai modal mereka mengarungi kehidupan ini. Oleh karena itu, buku ini menjadi layak dibaca oleh siapa saja sebagai salah satu sumber referensi dalam pendidikan dan pengasuhan anak. Selamat membaca dan menemukan hikmah di balik ”noda”.


Silahkan bagi  yang ingin ikut lomba review Buku Cerita Di Balik Noda dan Berani Kotor itu Baik, masih ada kesempatan kok. Info lengkap bisa dibuka di link berikut ini


Kamis, 28 Maret 2013

BAW Indonesia, Cinta Pada Pendengaran Pertama


26 Maret 2013 pukul 13.15 WIB
Aku                  : miss Asagi, kalau mau jadi meber BAW gimana?
  tlg kasih tau syarat2nya
Ania             : kyaknya buat tulisan; entah itu cerpen atau apa, ya, mbak
  hehehe..
  ntar ku omongin ke kepseknya dulu, ya, mbak
(dicopas dari percakapanku via inbox FB bersama Ania -àAsagi Enpitsu)

27 Maret 2013 pukul 13.28 WIB
”Mbk El udah An add di grup BaW. Tinggal nunggu approve o/ Bu Kepsek Layla… nulis apa aja mbak…kalo cerpen juga boleh.”
(dicopas langsung dari sms Ania, tanpa perubahan apapun)

27 Maret 2013 pukul 13.47 WIB
Assalamu'alaikum
Salam kenal semua, terima kasih sudah diperbolehkan untuk bergabung, khususnya untuk 
Asagi Enpitsu
Mau belajar banyak di sini,he

^_^
(Post pertamaku di dinding grup Be A Writer, finally, aku diterima)

Aku tak ingat pasti kapan tepatnya nama BAW mampir di telingaku. Nama BAW muncul ketika dalam sebuah pertemuan dengan Ania, ia menyebutkan bahwa ia diminta membantu menjadi admin di grup BAW Indonesia. Hal pertama yang membuatku penasaran adalah kepanjangan dari apa sih BAW itu? ”Be A Writer”, jawab Ania. Rasa tertarikku sudah muncul seketika saat itu. Pertanyaan tentang bagaimana profil dan ketentuan untuk bergabung juga aku tanyakan. Niatku hampir surut ketika Ania bilang,”Kalau jadi anggota BAW harus rutin nulis, mbak. Kalau nggak nanti bisa dinon aktifkan sebagai member.” Wah, aku mikir-mikir lagi nih untuk bergabung. Hambatan terbesarku adalah rasa tidak percaya diriku bahwa aku bisa rajin membuat tulisan. Akhirnya cinta itu tertunda untuk sementara....
Aku hanya perlu mengumpulkan semangat kembali, aku masih ingat, dulu aku juga senang menulis. Isi tulisanku bisa berupa apa saja dan biasanya hanya kubagikan kepada teman-teman di kampusku dulu. Kalaulah sekarang aku harus menulis lagi, apa susahnya,hehehe (mensugesti diri sendiri). Aku sudah punya blog yang bisa jadi mediaku dalam menulis, tak ada aturan ketat, bebas semauku.

Oke, saatnya beraksi. Prinsipku bahwa cinta tak boleh buta, maka mulailah aku mencari profil tentang BAW. Kucoba search di facebook. Aku ingat waktu itu aku masukkan kata kunci ”BAW”. Betapa kagetnya aku karena yang muncul ternyata bukan grup yang aku inginkan, tapi malah grup ”Gadis BAWel dan centil seluruh Indonesia” atau apalah namanya, udah lupa. Kucoba sekali lagi, tapi gak keluar juga. Aku sempat berpikir, apa memang ini grup yang tertutup sehingga tidak semua orang bisa mengaksesnya atau memang koneksi internetku yang gak oke waktu itu. Tak ingin menyerah begitu saja karena cinta harus diperjuangkan,hihihi. Aku coba beralih ke Google, kutulis kata kunci yang sama ”BAW” dan tidak lama muncullah satu alamat blog. Tanpa berpikir panjang, langsung menuju ke TKP. Cerita berikutya adalah rasa nyaman berkunjung ke blog Be A Writer.

Rak buku berbentuk lingkaran itu menarik perhatianku. Namanya emak-emak, yang aku pikirkan bukannya apa isi blog ini, tapi malah kapan ya bisa punya rak buku kayak gitu J. Musik pengiring yang mengalun lembut menjadi teman yang membuatku semakin betah dan penasaran. Kucoba klik satu persatu menu di bagian atas. Diantara semua yang ada, maka bagian ”Info Lomba” yang pertama kali aku klik. Wah, ada GA blog Be A Writer, asik...asik... coba ah. Tapi pertanyaan berikutnya, apa aku bisa ikut? Belum jadi anggota grup juga. Well, kayaknya harus menghubungi Ania nih. Seperti sudah jodoh, maka masuklah aku ke grup BAW Indonesia seperti kronologi yang kusampaikan di awal tulisanku. Alhamdulillah, rizki Allah bisa berkesempatan ”bertemu” orang-orang hebat di sini.

Cathar... bagian ini yang selanjutnya kubuka. Sekali lagi, aku tertarik membukanya karena aku penasaran apa itu ”CatHar”. Aku langsung teringat kalimatnya mbak Syahrini, apakah ini maksudnya CatHar membahana ya? (ketawa iseng). Kucoba baca satu persatu judul postingan di menu CatHar. Artikel yang membuatku tertarik adalah postingan mbak Leyla Hana dengan judul ” Menulis Buruk Lebih Baik daripada Tidak Menulis Sama Sekali!”. judul yang menarik atau lebih tepatnya pas mengena buatku. Kubaca perlahan bahkan seingatku, aku sampai mengulang membacanya 3 kali. Ternyata memang benar, pas buatku. Rasa takutku terlalu mengada-ada untuk sesuatu yang belum tentu ada. Rasa takut, minder bahwa tulisanku tak akan dibaca, tak akan diapresiasi, dan tak sesuai standar penulisan yang benar sudah waktunya dibuang jauh. Bukankah menulis bukan sekedar mengangkat nama kita, menjadi terkenal, menjadi dikenal, menjadi dipuja, dan sebagainya. Menulis adalah salah satu cara menyampaikan ide tanpa harus banyak berbicara. Menulis adalah cara membangun mental sebagai pemenang. Seperti tulisan di bagian paling bawah dari blog BAW
BE A WRITER BE A WINNER!
Untuk menjadi seorang penulis yang eksis, harus punya mental pemenang, bukan mental pecundang.
Mental pemenang : berlatih keras, tak takut gagal, kalo gagal introspeksi, kalo menang tak tinggi hati, apapun rintangan nggak bikin semangat kendor.

Mental pecundang : nggak konsisten berlatih, kalo gagal ogah bangkit lagi, kalo menang sombongnya selangit, lihat orang berhasil ngiri, gak dpt share ilmu nuduh orang pelit, dikasih ilmu malah dicuekin karena udah ngerasa pinter.

Dan seperti apa yang mbak Riawani Elyta tuliskan juga

Jadi di fokus BaW adalah menjadikan penulis yang bermental pemenang, untuk teknik nulis & skill itu bisa dipelajari dan dilatih, tapi mental pemenang gak semua penulis punya, padahal yang paling penting itu punya mental positif agar bisa terus eksis, yang pinter nulis tapi mentalnya kendor gak bakal kuatsurvive, dunia menulis itu keras, jendral, hehe :-)

Maka aku yakin sudah menemukan salah satu tempat terbaik untuk belajar menjadi manusia dengan mental pemenang. Tempat itu bernama BAW Indonesia.

Salam kenal semua...
Namaku Elly
Ucapan khusus untuk Ania Maharani, terima kasih



Mau ikutan GA-nya blog Be A Writer Indonesia, monggo mampir ke sini





Rabu, 27 Maret 2013

Segelas Kopi Yang Memabukkan

Kopi, aku suka romanya, suka warnanya, suka bentuknya baik yang masih berupa biji atau yang sudah berbentuk bubuk. Tapi untuk meminumnya, aku butuh banyak sekali alasan alias aku gak terlalu suka bahkan gak suka pake banget. 

2007... waktu itu, aku masih bekerja di salah satu lembaga belajar di Bogor sebagai staf bimbingan konseling. Hari itu aku bertugas dengan salah seorang rekanku untuk menjaga kegiatan try out untuk kelas 3 SMA. Asiknya bagi peserta try out dan tentu para staf, tiap hari kita disuguhi makanan kecil dan minuman seperti teh dan kopi yang ditata seperti layaknya prasmanan. Biasanya, aku selalu memilih membuat teh. Entah kenapa hari itu, mungkin karena terprovokasi seorang teman yang pecinta kopi,akhirnya aku memilih membuat kopi, itupun coffie mix yang artinya gak pure 100% kopi. Kumasukin kopi, gula, dan kuseduh dengan air hangat, aduk-aduk bentar, dan taraaaa siap diminum. Icip sekali, wah ternyata enak ya, gak pahit. Icip pertama terus berlanjut sampai icip-icip berikutnya, walhasil segelas kopi itupun habis. Alhamdulillah. 


Tapi tunggu, tak lama setelah itu, wah kok rasanya kepalaku puyeng ya, ruang kelas kok jadi muter-muter, jantungnya berdetak sangat kencang. Keringat dinginpun mulai mnegucur. Gubrakkk, gimana ini?? Mana harus turun ke lantai 1 lagi dari lantai 3, pake tangga, hiks. Perlahan aku berjalanan sambil pegangan tembok menuju tangga dan terus menuruni tangga hingga sampai di lantai 1. Aku pikir ini hanya efek sesaat saja, tapi ternyata kutunggu sampai 1 jam, kondisiku gak semakin membaik. Bingung, bertahan di kantor rasanya gak nyaman, tapi pulang juga gak yakin kuat. 

Akhirnya setelah menyampaikan ke pimpinan, aku terpaksa pulang lebih 2 jam dari biasanya. Wah, keluar kantor rasanya makin parah, tambah pusing. Setelah berhasil menyeberang, tak lama ada juga angkot yang berhenti, langsung naiklah aku. Sampai di dalam, beruntung penumpang hanya sedikit, ada posisi nyaman buat tiduran bentar. 15 menit kemudian, angkot sudah sampai di terminal akhir, aku turun dan segera berjalan menuju rumah kos (rumah kosku dekat dengan terminal).Agak cepat aku berjalan dengan berusaha tetap menjaga kestabilan dengan harapan sampai di kos lebih cepat. 10 menit berjalan, akhirnya sampai di kos. Serasa menemukan tempatnya, sesampainya di kos, tanpa ba bi bu lagi, ambruklah aku. Finally, home sweet home. Meski gak lama pingsannya tapi cukup membuat heboh penghuni kos,hihihi.

Begitulah kisahku bersama kopi, tak begitu menyenangkan memang, tapi cukuplah sebagai pengisi cerita masa laluku

Impaksi - Dari Sakit Menjadi Tahu

Seminggu ini, lumayan menahan sakit dibagian gusi. Rupanya setelah aku cek, gigi geraham bungsu bagian bawah kanan sedang erupsi. Rasanya sungguh lebih cetar membahana dibandingkan kostum panggung Syahrini. Gak cuman gusi yang terasa sakit, tapi juga menjalar ke kepala, telinga yang rasanya kayak ditusuk-tusuk paku (hikssss). Dari sakit atau bengkaknya gusi inilah lambung kecipratan sakit juga. Kenapa? karena gusi yang sakit itu membuatku gak bisa (bukan gak doyan ya) makan. Jangankan makan, membuka mulut saja, rasanya susah. Nah, karena penasaran, akhir googlinglah aku tentang penyebab gusi bengkak ini yang kemudian aku tahu namanya IMPAKSI (tumbuhnya gigi yang tidak sempurna dengan posisi yang tidak tepat). 

Dan inilah hasil googlingku.....
Gigi, kecil tapi manfaatnya besar. Tanpa gigi, bagaimana mungkin kita bisa mengunyah makanan. Makanan yang tidak dikunyah dengan baik, maka akan mempersulit organ pencernaan lainnya untuk mengolah makanan yang masuk ke dalam tubuh kita. Jargon pak JK "Lebih Cepat Lebih Baik" tak berlaku bagi proses mengunyah ini. Menurut Dr. Hiromi Shinya dalam bukunya The Miracle of Enzyme makanan yang biasa (tidak terlalu keras) harus dikunyah antara 30-50 kali. Sedangkan makanan yang keras atau sukar dicerna dengan baik sebaiknya dikunyah 70-75 kali. Wow, kebayang kan capeknya?



Gigi juga terkadang jadi patokan pertumbuhan seorang anak. Ini dikarenakan gigi tumbuh secara bertahap. Setiap jenis gigi memiliki masa pertumbuhan yang berbeda.

Pola umum urutan pertumbuhan gigi anak
Usia (bulan)
Nama gigi

Rahang Bawah
6
Gigi seri tengan
7
Gigi seri samping
16
Gigi taring
12
Gigi geraham pertama
20
Gigi geraham kedua

Rahang Atas
7,5
Gigi seri tengah
9
Gigi seri samping
18
Gigi taring
14
Gigi geraham pertama
24
Gigi geraham kedua

Sumber : cek di sini

Gigi geraham ketiga atau bungsu atau gigi rahang atas dan bawah seringkali tumbuh tidak sempurna. Gigi ini seringkali tumbuh di usia 17-21 tahun. Akan tetapi, ternyata tidak semua orang mengalami pertumbuhan gigi geraham bungsu ini di rentang usia tersebut, ada sampai usia 35 tahun masih tumbuh. Setiap orang biasanya memiliki empat gigi bungsu pada bagian kanan atas dan bawah, kiri atas dan bawah. Bila tumbuh dengan normal, maka gigi ini akan sangat bermanfaat, tapi seringnya tumbuh tidak normal (hadeuhh). Tumbuhnya gigi geraham bungsu ini akan menjadi masalah jika ia tumbuh saat rahang kita sudah berhenti tumbuh. Ketika pertumbuhan rahang berhenti, maka gigi tersebut tidak mendapat ruang yang cukup ketika erupsi. Dokter gigi biasanya akan merekomendasikan untuk dicabut bahkan sebelum kondisinya menjadi lebih serius. Hal ini dilakukan untuk menghindari rasa sakit lebih lanjut atau semakin rumitnya proses pencabutan yang mungkin harus dilakukan beberapa tahun kemudian.

Sumber : dari sini
Buat yang belum pernah mengalami ini, ada baiknya tahu gejalanya. Biasanya akan muncul peradangan, kemerahan, pembengkakan yang kemerahan di gusi kita yang menjadi area tumbuh gigi geraham kita. Jika bagian tersebut, kita tekan, maka akan timbul rasa nyeri ketika makan, tidur, atau sikat gigi. Dalam beberapa kasus sering berdarah, terjadi kerusakan jaringan, terdapat nanah, dan gangguan pengecapan, serta bau mulut. 

Jangan menganggap enteng ya kasus ini karena ternyata jika dibiarkan akan menimbulkan masalah baru. Beberapa hal yang mungkin akan terjadi jika impaksi ini kita biarkan adalah munculnya :

  1. Pericoronitis : infeksi gigi akibat masuknya makanan, bakteri yang terjebak di bawah gusi yang di bawahnya terdapat gigi bungsu
  2. Gigi berjejal
  3. Gigi berlubang
  4. Merusak gigi depannya
  5. Infeksi pada tulang sekitarnya
  6. Kista
  7. Tumor
Wah serem juga ya ternyata. Oke, sekarang sepertinya sudah waktunya ke dokter gigi. Sembuh...sembuh...sembuh.. aamiin (insyaallah).

Selasa, 26 Maret 2013

Bahagia Yang Berganti Definisi


Mengejar kebahagiaan adalah hasrat setiap manusia. Kalau boleh memilih, inginnya semua hal yang kita dapatkan adalah yang bernama bahagia. Rasanya tak rela jika setetes air mata jatuh demi sebuah kesedihan yang kita alami. Selain bikin mata bengkak, juga pasti menghabiskan banyak tisuue untuk menghapus air mata itu, dan itu berarti "pemborosan", hehehhee. 


Namun hidup adalah hidup, hanya bisa dijalani, takselalu  memberi ruang bagi manusia untuk memilih ceritanya. Ada bahagia yang datang, ada sedih yang menyapa. Tak ada yang perlu kita protes karena Allah sudah berkehendak dan kita hanya bisa menjalankannya sebaik mungkin.

Dear Bunda Yati, perkenalkan, namaku Elly Nurmaningtyas Fajarwati. Cukuplah dipanggil Elly, pasti aku akan menengok jika suatu saat nanti kita bertemu di sebuah tempat (Aamiin). Bunda pasti penasaran kan dengan penampakanku???hihihii..... Nah kuperlihatkan foto lamaku ya Bunda, ini dia

Aku, saat wisuda S1


Foto itu seperti tulisan yang tertera di bawahnya adalah fotoku pada tahun 2007 saat wisuda program sarjana di Institut Pertanian Bogor. Alhamdulillah Elly lulus juga Bunda setelah 4,5 tahun kuliah di sana. Waktu itu, aku sudah bekerja sebelum waktunya wisuda, jadi beban mencari pekerjaan tak kupusingkan lagi. Aku waktu itu adalah wanita muda dengan gelora hidup yang tinggi, impian yang tinggi, dan kerja keras yang tinggi. Dalam benakku, aku hanya ingin melanjutkan pendidikan S2-ku, berkarir, dan menikah. Saat itu aku "bahagia".
Well, Bunda.... dapat kuliah lagi dan menikah sudah aku dapatkan, segala puji bagi Allah untuk semua yang Ia berikan padaku. Akan tetapi, bekerja dan berkarir???? hmmmm... sepertinya aku harus melepas impian itu. Aku sempat bekerja sebagai tenaga pengajar Bahasa Inggris di UPT Bahasa IAIN Walisongo, tapi karena beberapa sebab, aku akhirnya berhenti bekerja. Tak mudah bagiku Bunda menerima ini, banyak tantangan dan tantangan terbesar adalah diriku sendiri. Berat di awal, tapi kemudian aku menemukan momen dimana aku berjanji pada Allah untuk menerima segala takdirNya, bersemangat kembali dan membuat definisi baru atas kata "bahagia"

Inilah aku Bunda di kehidupan sekarang. Bahagia bersama buah hatiku Farhan Abdillah, usianya kini 3 tahun. Aku kini adalah ibu rumah tangga yang juga mulai membuka usaha suvenir dan barang-barang handmade. Aku banyak bertemu dengan orang-orang yang selalu memberi inspirasi dan semangat. Mereka memberiku contoh nyata bahwa menjadi Ibu rumah tangga itu tak berarti menutup pintu kebahagiaanku di masa depan. Yang pasti, kalau mau bicara tentang pendapatan, rupanya seorang IRT juga bisa loh berpenghasilan meskipun ngantor di rumah dan pekerjaannya ditambah dengan menyapu, memasak, menyeterika, dll.
Alhamdulillah, aku merasa "bahagia". Ternyata bahagia itu bukan kita ada dimana dan bersama siapa ya Bunda, tapi buatku bahagia itu adalah karena siapa kita ada di tempat itu, karena siapa kita bersama dengan seseorang, dan karena siapa kita berbuat sesuatu. Jawabannya adalah karena Allah. Oleh karena itu, aku bisa bilang Bunda bahwa aku bahagia dengan definisi yang berbeda kini
____________________________________________________________________________



Bunda Yati.....

Aku belum terlalu mengenal beliau. Aku baru menemukan blognya ketika salah seorang sahabat baruku mbak +Uniek Kaswarganti  juga mengikuti GA Bunda Yati, matur suwun nggih mbak Uniek, sukses untukmu. Dari situlah aku mulai membuka-buka blog Bunda Yati. Betapa terkejutnya aku karena ternyata si empunya bukanlah seorang ibu muda kebanyakan. Fantastis, di usia yang tak lagi muda, Bunda Yati masih terus bersemangat untuk menulis. Jujur, dulu aku pernah suka sekali menulis, tapi kemudian hobi itu menghilang, menguap begitu saja tanpa pernah tahu apa penyebabnya.
Mengunjungi blog Bunda sama halnya menyuntikkan semangat padaku, terutama dalam hal menulis. Sangat mengagumkan ya Bunda, dari tinta yang sederhana muncul begitu banyak pelajaran berharga. Dari blog Bunda Yati, aku belajar bagaimana memberikan semangat dan inspirasi tanpa perlu mengeluarkan banyak kata dari lisan kita. Bunda juga mengajarkan padaku bahwa belajar itu tak pernah mengenal waktu dan usia, dimana saja, dengan siapa saja, dan di usia berapaun kita bisa terus belajar. Luar biasa Bunda Yati. Aku sebut ini sebagai rizki dari Allah mendapat sahabat baru seperti Bunda, semoga Bunda menerimaku juga dengan lapang :)


Terus bersemangat ya Bunda dan semoga semangatnya mengalir juga padaku untuk terus menulis. Terima kasih banyak untuk kesempatannya hingga aku bisa mengikuti GA di blog Bunda. 


Luv U, Bunda

Selamat merayakan tahun ke-4 di Blog Miscellaneous
Salam hangat dari kota Semarang
Elly




Ketika Tangan Menemukan Karyanya

Aku masih ingat ketika suatu hari seorang teman memintaku untuk membuat beberapa suvenir dari flanel untuk sebuah acara khusus. What???? Ehmm...anu...enggg....aku gak pernah bikin sebelumnya, mana bisaaa???? Parahnya lagi, aku baru dihubungi sehari sebelum hari H acara itu, gubrakkkk. Darurat nih, bahan flanel belum kebeli, apalagi designnya, dan aku juga gak tahu toko yang ngejual barang-barang begituan, huaaaa.......asli pening.
Oke..... tenang, atur napas, buka HP, buka laptop, dan mulailah mencari. Mencari nama-nama sahabat yang bisa aku mintai bantuan, mencari link tutorial kreasi hand made dari flanel. Dapatlah 2 nama Atik dan Mbak Fifah. Mereka datang ke rumahku waktu itu sebenarnya karena memang ada agenda rutin pekanan. Tanpa ba bi bu langsung saja aku tembak untuk bantu bikin suvenir flanel. Sebelumnya harus aku pastikan bahwa ini proyek ikhlas alias tanpa bayaran, karna aku juga gak dibayar,hehhee. Gayung bersambut karena ternyata Atik juga sedang mendalami kreasi hand made dari flanel, alhamdulillah selesai 1 tugas (mencari teman seperjuangan). Nah, tinggal 1 lagi nih, beli bahan flanelnya di mana? ”Di Toko Ijo mbak”, jawab Atik. Yah kalo udah jodoh emang gak kemana, ketemu 1 orang langsung selesai 2 tugas.
Berikutnya langsung cabut ke toko untuk beli perlatan dan bahan-bahan yang dibutuhkan. Kain flanel, lem tembak, peniti, gantungan kunci, dan pensilnya. Rencananya kami akan membuat bros, gantungan kunci, dan pensil hias -------- DONE
Tugas berikutnya adalah mencari berbagai macam tutorial kreasi flanel. Langsung tanya mbah Google dan hasilnya buanyak banget link tutorial yang kami dapatkan. Bukannya semakin tenang, kami malah celingukan, bingung mau mulai bikin apa dulu. Mempelajari tutorialnya dan mengaplikasikannya pada kain flanel membutuhkan waktu yang cukup lama. Setelah coba-coba, akhirnya kami menemukan bentuk yang akan kami buat. Nah kayak gini nih karya pertama kami. Masih banyak yang perlu diperbaiki, masih amburadul, tapi lumayanlah sebagai penyemangat di awal proses, hihihi
Pensil hias dan beberapa bros

bros flanel
Keesokan harinya suvenir-suvenir itu langsung habis diadopsi oleh tamu undangan di acara itu, senangnya. Aku semakin bersemangat dan mulai berpikir ternyata aku punya bakat juga di bidang ini, harus dikembangkan. Belajar terus dengan mulai mengumpulkan beberapa tutorial kerajinan hand made dibarengi praktek langsung menjadi kegiatan yang mengasyikkan bagiku. itung-hitung jadi "Me Time" juga buatku yang seorang Ibu Rumah Tangga.
Karya-karyaku belum banyak sih, tapi terus bertambah, kayak yang ini nih...

Nah ini dia pesanan suvenir pernikahan pertamaku sekaligus menjadi pembuka usaha suvenirku. alhamdulillah 300 pcs suvenir bros dan gantungan kunci dari kain organdi dapat terselesaikan dengan baik, tepat waktu sesuai permintaan. berhubung belum punya pegawai, sementara ini dikerjain sendiri dulu. Lumayan capek sebenarnya, tapi demi sebuah impian, aku rela melakoninya :)


Ini dalam versi yang beraneka macam warna. Banyak yaaaa????? alhamdulillah. Dari hasil pesanan suvenir perdana ini, aku bisa punya modal untuk membuat contoh suvenir lainnya.



Bros merah dengan apikasi mutiara imitasi ini adalah hadiah khusus untuk pelangganku yang setia, namanya mbak Fajar. Simpel, tapi tetap cantik kan??? (muji hasil karya sendiri, hehhe)



Adalagi nih kreasi lainnya, hasil praktek tutorial yang baru aku dapatkan. Bros bunga dari renda dengan aplikasi kain blacu dan mutiara imitasi di bagian tengahnya.


Gak ketinggalan juga tempat tisu mungil yang simpel ini


Aneka gantungan kunci dan gantungan HP juga akhirnya terselesaikan. Beginilah kira-kira penampakannya...



Banyak lagi kreasi yang udah berhasil aku buat, cuma gak sempat kefoto, keburu deadline pengiriman (jiaaahhh, gaya,hehhee). Mungkin lain waktu bisa numpang mejeng lagi kreasi-kreasiku yang lain. 

Sekarang aku juga sudah mulai berani mengisi beberapa pelatihan pembuatan bros dari bahan kain. Beberapa diantaranya mengisi di forum PKK di beberapa RT dan Dharma Wanita. senang bisa berbagi pengetahuan. Meskipun terlihat sepele, tapi ilmu tetaplah ilmu, berharga. aku berharap ketrampilanku dalam membuat bros dan kreasi hand made lainnya semakin terasah, semakin bermanfaat untuk orang lain, dan tentu semakin berkah. Aamiin

Senin, 25 Maret 2013

Aku yang memilih untuk jadi begini


This is me


Suatu saat yang lalu (1)
”Lhah kowe saiki ngajar?”, tanya salah seorang kerabat
”Mboten, teng griyo mawon.” jawabku
”Neng omah wae? Nggur thenguk-thenguk ngono?”
”Nggih, bulek.” jawabku
Suamiku memotong, ”Nggih mboten, Elly nggih dagang kecil-kecilan, mboten thenguk-thenguk mawon kok.”

Suatu saat yang lalu (2)
”Oooo jadi jenengan lulusan S2 to?” Tanya seorang tetanggaku
“Iya, Bu.” jawabku
”Trus sekarang aktifitasnya apa?”
”Ya di rumah saja.”
” Di rumah aja? Gak ada aktifitas lain?”
”Kalo aktifitas lainnya itu dianggap pekerjaan formal, saya memang ndak punya, saya juga ndak punya gaji seperti yang biasa jenengan terima dari tempat kerja jenengan. Tapi, kalo aktifitas lainnya itu adalah bukan yang bernama pekerjaan formal, maka aktifitas saya banyak.”
”Oooo”, kalimat penutup yang ia katakan.

Suatu saat yang lalu (3)
”Wah Bu Ulin ternyata udah lulus S2 ya?”
”Iya, Bu, alhamdulillah.”
”Lhah kenapa gak kerja aja? Sayang loh duitnya udah banyak dikeluarin tapi ndak dipake ijazahnya.”
”Alhamdulillah saya ndak keluar uang banyak karena dulu dapat beasiswa. Alhamdulillah juga dulu sambil kuliah masih bisa kerja paruh waktu, jadi buat makan sehari-hari masih tercukupi. Alhamdulillah juga waktu nikah suami saya ndak minta ijazah sebagai syarat untuk mau menikahi saya. Ijazah saya ada bu di lemari, saya simpan rapi, dilaminating, udah ada legalisirnya juga. Berhubung pelanggan saya belum ada yang minta lihat ijazah saya, jadi ya ndak pernah dikeluarin lagi. Ibu mau lihat?”

­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­­

Aku hidup di tengah keluarga dimana Ibu dan Bapakku adalah seorang pekerja, lebih tepatnya mereka adalah seorang guru. Bapak adalah guru SMA dan Ibuku adalah guru SD. Aku sangat terbiasa melihat kesibukan Ibu dan Bapak tiap pagi sebelum berangkat mengajar. Bapak bukan tipe suami yang ongkang-ongkang kaki membiarkan istrinya sibuk sendiri. Saat Ibuku memasak, Bapaklah yang memandikan aku dan adik laki-lakiku, memakaikan baju, menyisir rambut kami, menyuapi kami, dan menyiapkan keperluan sekolah kami. Selesai memasak, Ibu mandi, berdandan, dan segera berangkat diantar Bapak menggunakan sepeda motor. Aku dan adikku pergi ke sekolah dan ketika pulang seringkali tak mendapati Ibu sudah berada di rumah.  Ganti baju sendiri sekaligus mengganti baju adik, makan sendiri, dan kemudian berlari keluar untuk bermain. Sering juga terkunci karena Ibu lupa menitipkan kunci hingga kami harus numpang ngadem sebentar di tetangga sebelah sampai Ibu datang. Begitulah setiap hari, aktifitas rutin itu kami lewati, kecuali ketika hari Minggu, waktunya libur dan itu berarti waktunya kami bisa menghabiskan waktu seharian bersama Ibu dan Bapak.

Kelas 2 SMA, usiaku tepat 17 tahun dan aku sudah mulai semi mandiri. Tak lain karena aku diminta membantu mengajar bahasa Inggris di tempat lesku. Senangnya bukan main dan tentu bangga karena tidak banyak teman-temanku yang punya pekerjaan paruh waktu sepertiku. Tiap bulan aku bisa mengantongi uang honor  Rp. 50.000 – Rp. 100.000,- tergantung jumlah kelas yang aku ajar. Di tahun 2000, uang sebanyak itu tentu jumlahnya cukup besar bagi seorang pelajar SMA sepertiku. Uang itu aku tabung supaya nanti waktu kelas 3, aku bisa ikut bimbingan belajar di Surabaya, seperti teman-temanku yang notabene orang tuanya lebih berpunya daripada orang tuaku.

Ketika sampai usiaku yang ke 18 tahun, aku menamatkan pendidikan menengah atasku. Tak ada cita-cita lainnya kecuali masuk perguruan tinggi melalui jalur PMDK, tanpa tes, dan nanti ketika lulus, aku akan menjadi seorang wanita karir, sama persis seperti ibuku. Kemudian bertemu jodohku, punya anak, bekerja, dan menitipkan anakku ke seorang ART. Aku tak heran bila dulu hanya itu yang aku inginkan karena contoh nyataku adalah kehidupan rumah tangga orangtuaku. Bayangan akan masa depanku itu bertahan hingga aku lulus kuliah.

Selepas kuliah S1, aku sempat bekerja dan aku menikmatinya. Punya uang sendiri, menggunakan uang itu semauku sendiri, tak perlu repot telfon orangtuaku lagi untuk minta kiriman uang. Hmmm... tapi sebenarnya sebelum lulus kuliah aku juga sudah mulai mengajar di salah satu Madrasah Aliyah swasta di dekat kampusku (Institut Pertanian Bogor) sambil menunggu kelulusanku.  Namun ternyata aku tak bertahan lama di pekerjaan itu, banyak faktor yang menjadi alasan dan salah satunya adalah karena aku mendapatkan beasiswa untuk meneruskan kuliah di Universitas Indonesa mengambil program pasca sarjana. Di masa inilah semuanya  akan berubah, termasuk bayangan akan masa depan yang aku inginkan.

Welcome to new world, new friends, new campuss, and also new dreams

Di sinilah aku sekarang, bersama kesibukanku di ruang kuliah. Semua serba baru, kecuali tas dan baju-bajuku,hehehe. Perjuangan baru meniti persahabatan dengan ibukota. Pada saat itu, aku bertemu dengan wanita-wanita yang benar-benar mengubahku.
Bu Israyani :  wanita yang menjadi guru ngajiku waktu itu. Ia seorang Ibu rumah tangga dengan kesibukan yang luar biasa. Salah satunya adalah menjalankan usaha konveksinya. Dari beliau aku belajar bagaimana menjalankan usaha, membagi waktu dengan keluarga, dan berusaha ceria saat kondisi sulit menerpa.
Mbak Tatiek : seorang pekerja, single fighter sekaligus ibu rumah tangga yang cantik dan penuh kelembutan. Aku tak pernah menyangka dapat bersahabat dengan beliau. Aku pikir itu keberuntungan yang luar biasa. Banyak cerita yang beliau kisahkan padaku (tentu tak dapat aku sampaikan satu persatu) dan hampir semuanya memberi hikmah bagiku. Impiannya untuk suatu saat dapat memberdayakan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya adalah salah satu yang paling kuingat. Biidznillah, sekarang beliau mencapainya. Aku belajar darinya tentang pentingnya kemanfaatan diri yang harus terus dikembangkan.
Bu  Badriyah  : seorang ibu rumah tangga juga, ia juga menjalankan usaha percetakan. Full di rumah, tanpa ART, dan berhasil mengerjakan semuanya nyaris sempurna. Suami beliau berpoligini (memiliki 3 orang istri) dan tentu dalam seminggu beliau hanya punya waktu 2-3 hari saja bersama suami. Urusan rumah tangga beliaulah yang mengurus. Aku belajar padanya cara menjadi perempuan yang mandiri.
Mbak Lilik :  teman kuliahku, orang sederhana, lembut dan punya banyak sifat yang berkebalikan denganku.  Dari beliaulah aku belajar meredam banyak sisi negatif dari sifat kolerisku. Belajar untuk tidak menaklukkan Jakarta, tapi berusaha bersahabat dengannya.
Bu Nok Waliyah: teman kuliahku juga, seorang ibu rumah tangga dan pengajar di salah satu universitas swasta di Jakarta. Ia mengajariku bagaimana mendidik anak sejak dini, dan menjadi guru terawal bagi anak-anakku
Mbak Ifo :  yang terakhir ini juga teman kuliahku. Aku juga belajar banyak hal darinya, hal-hal medis yang harus kita siapkan ketika menikah, cara menghitung masa subur, segala hal yang berhubungan dengan ibu hamil dan menyusui.

Bersama mereka, bahkan ketika mungkin mereka tidak menyadarinya, aku seperti berubah status menjadi anak sekolahan yang kadang duduk anteng mendengarkan penjelasan mereka meskipun lebih sering membantah dalam beberapa hal.
Dengan mereka, aku mulai menggeser sedikit demi sedikit cara pandangku tentang masa depan dan menggantinya dengan cara pandang yang barub. Ginilah kira-kira pelajaran yang aku dapatkan:
  • ·         Pernikahan bukanlah wadah untuk menyelsaikan permasalahan yang aku punya sebelum pernikahan itu. Pernikahan sejatinya hanya menambah masalah saja, tapi bedanya nanti aku akan punya partner yang tidak akan pernah meninggalkan aku ketika aku mendapatkan masalah. Aku harus siap menjalani pernikahan yang tak selalu berlayar di air yang selalu tenang tanpa gelombang.
  • ·         Bukan karir yang menjadikan dirimu menjadi wanita hebat, tapi keluarga yang lahir dari asuhan tanganmu yang membuktikan kehebatanmu.
  • ·         Ketika kau harus bekerja, maka ingatlah bahwa tugas utamamu adalah suami dan anak-anakmu.
  • ·         Menjadi ibu rumah tangga itu bukan pilihan, tapi takdir yang dimiliki oleh setiap wanita, tak peduli apakah ia bekerja ataupun tidak.
  • ·         Jika aku memilih menjadi ibu rumah tangga tanpa bekerja secara formal, maka ada begitu banyak hal yang bisa aku lakukan untuk sekedar mencari uang tambahan.
  • ·         Jadilah perempuan mandiri, tak bergantung kepada siapapun karena aku tak akan pernah tau bagaimana Allah menetapkan takdirku di masa yang akan datang.

Dan inilah impian baruku..... "Aku ingin menjadi perempuan mandiri dan membesarkan anak-anakku nanti dengan tanganku sendiri"

Sampai di sini, di saat belum tamat menyelesaikan sekolahku bersama mereka, akupun menikah.  Dan benar, apa yang mereka ceritakan benar-benar terjadi. Aku belum 100% siap, tapi aku merasa lebih siap saja karena sudah punya perbekalan.
Perpindahanku dari Jakarta ke Tangerang dan dari Tangerang ke Jakarta mengikuti pekerjaan suami membuat aku tak bisa leluasa untuk mencari pekerjaan. Aku pernah meresakan kegalauan ketika melihat banyak sekali teman-temanku yang sudah bekerja di tempat yang menjanjikan kenyamanan.
Aku juga sempat berjuang menacari pekerjaan, memasukkan lamaran ke berbagai institusi. Pekerjaan mengajar bahasa inggris di UPT bahasa di kampus IAIN menjadi pilihanku karena aku hanya mengajar 3x seminggu, dengan waktu kerja di sore hari tepat ketika suamiku sudah pulang kantor sehingga anakku tak perlu merasa ditelantarkan, dengan honor Rp. 30.000,-/jam-nya. Lumayan sedikit bisa mengobati kejenuhanku di rumah. Namun, lagi-lagi pekerjaan ini tak berlangsung lama karena harus aku akhiri ada tahun 2011 ketika aku harus menemani ibu merawat bapak yang pasca kecelakaan. Berat rasanya melepas pekerjaan itu, tapi bismillah, kusambut peuang berbakti kepada orang taku dengan yakin bahwa allah sudah menggariskan rizkiku.
Selepas itu, kembalilah aku menjadi ibu rumah tangga biasa, full di rumah dan kebosanan mulai menghampiri. Aku coba melamar lagi, tapi gagal. Aku sempat putus asa, kehilangan kepercayaan diriku hingga aku sampai pada pertemuan dengan Allah dalam sebuah doa yang sekaligus kuanggap perjanjian denganNya. Aku bilang pada Allah,”Ya Allah, oke, aku terima garis takdirmu jika aku memang harus menjadi fulltime mom, tidak bekerja kantoran, tidak bergaji tinggi sperti teman-temanku yang lain. Tapi aku minta engkau menguhkan hatiku, memberi rasa aman padaku, rasa tenang, dan tentu keikhlasan dalam menjalaninya. Aku tawakkal padaMU, aku sandarkan rizkiku padaMu.”
Setelah perjanjianku itu, maka believe or not, Allah membuka satu persatu simpul-simpul mati di hatiku. Aku bertemu dengan baegitu banyak orang yang menuntuk megajariku memulai usaha, mengelola, dan mengembangkannya. Hingga tibalah hari ini ketika aku sudah menjadi seperti ini..... Seorang Ibu rumah Tangga yang kini juga berjualan produk-produk handmade. Aku menjalaninya dengan kesungguhan, kesyukuran, dan keyakinan bahwa inilah jalan yang Allah inginkan bagiku, tak ada protes lagi.

Maka nanti ketika ada yang bertanya padaku perihal statusku sebagai Ibu Rumah Tangga, aku akan menjawab karena aku memilih untuk jadi begini dan aku berusaha bahagia dengan pilihanku.