Kemandirian anak adalah hal yang tak mungkin tercipta dengan
instan, tak terbentuk dengan sendirinya, memerlukan proses dan bantuan dari
kedua orang tuanya. Salah satu tanda dari mandirinya seorang anak adalah ketika
ia menyadari kapan waktunya harus pergi ke kamar mandi untuk BAK ataupun BAB
dan tahu bagaimana caranya. Toilet training adalah suatu proses yang
pasti akan dilewati oleh setiap anak beserta orang tuanya. Demikian pula
denganku.
Farhan, anakku kini berusia 3 tahun 3 bulan.
Kini, Ia sudah bisa dikatakan lulus toilet training 95%. Untuk 5%
lainnya masih kusimpan karena terkadang di malam hari, masih juga ada waktunya
mengompol. Saya masih ingat dulu ketika usianya sudah mulai mendekati angka 2,
Farhan masih suka BAK dan BAB di celana. Wah, sempat agak minder juga melihat
beberapa teman, anaknya sudah bisa bilang kalau mau BAK atau BAB. Ditambah lagi
menurut beberapa informasi yang saya dengar atau baca, ketika anak berusia 2
tahun harusnya sudah bisa lulus toilet training. Hal ini diperparah
karena Farhan belum bisa bicara lancar saat itu. Oke, tak ada waktu memikirkan
apa yang seharusnya terjadi, saatnya memulai perubahan.
Saya mulai mengumpulkan masukan dari
teman-teman dan langsung mempraktekkan bersama Farhan. Tidak menggunakan diaper
sama sekali, memantaunya dengan super tajam, dan sensitif dengan gerak-gerik
anak di rumah (karena biasanya anak punya tanda tersendiri jika merasa harus ke
kamar mandi). Fokus saya yang pertama adalah mengatasi kebiasaan BAK-nya yang
masih sembarangan. Setelah ini berhasil baru konsentrasi pada BAB-nya.
Bismillah.
Hari 1
Seperti biasanya, Farhan masih BAK tanpa ”izin” dan saya masih harus mengepel lantai
untuk membersihkan bekasnya. Tak mudah juga membaca tandanya, hiks.
Hari 2
Saya lebih memasang mata dan mengikuti
kemanapun Farhan bermain. Lumayan ekstra tenaga yang saya keluarkan. Saking
bersemangatnya, hampir setiap 10 menit sekali, saya bertanya,”Farhan mau (maaf)
pipis?” Ketika ia mengangguk, maka dengan cekatan saya angkat ia ke kamar
mandi, tapi, tidak terjadi apa-apa alias Farhan tidak BAK. Wuahhh, bagaimana
ini? Akhirnya ya keluar dari kamar mandi. Setelah 3 menit keluar dari kamar
mandi, Farhan ngompol di lantai. Sedih, tapi jangan putus asa, masih ada hari
esok. Saya hanya mengatakan,”Mas Farhan, kalau mau pipis, bilang ke Umi ya,
nanti pipisnya di kamar mandi aja.”
Hari 3
Hari ini saya harus mencari cara untuk bisa
mengatasi semua ini. Lirik sana sini, mikir kesana kemari, pilihan saya jatuh
pada sebuah ember berwarna hijau dan gayung kecil. Yup, keduanya akan saya
pergunakan untuk mengatasi permasalahan ini. Ember hijau saya isi penuh dengan
air agar Farhan mudah menjangkaunya. Gayung kecil adalah simbol dimulainya
ritual BAK di kamar mandi. Di hari ketiga ini, saya mulai bisa membaca
tanda-tandanya jika Farhan ingin ke kamar mandi. Ketika sudah tiba saatnya,
segera saya bawa ke kamar mandi dan saya minta ia untuk duduk. Menunggu ia menyelesaikan
hajatnya, saya sampaikan,”Mas Farhan, ini gayung buat Mas Farhan ya, nanti
dipakai kalau Mas Farhan selesai pipis.” Kemudian saya tunjukkan bagaimana cara
memakainya. Walhasil dengan sedikit kaku, Farhan akhirnya mampu menirukan
contoh saya dan bisa membersihkan sendiri setelah BAK, tapi tak hanya itu,
rupanya Ia mulai menyukai gayung kecilnya. Alhamdulillah. Selanjutnya, Farhan
sudah mulai laporan jika akan BAK. Lucunya, Farhan makin sering ke kamar mandi,
baik karena memang ingin BAK atau sekedar bermain air.
Perlahan tetapi pasti,
akhirnya Farhan mulai terbiasa dengan ritual ini. Meski masih kecolongan, tapi
frekuensi ngompolnya sudah banyak berkurang. Untuk BAB, juga pelan-pelan mulai
di kamar mandi. Saya sampaikan padanya untuk selalu bilang jika perutnya sudah
mulai sakit sebagai pertanda ia ingin BAB. Hanya perlu waktu seminggu dan Farhan
sudah terbiasa. Semakin bertambah usianya, semakin baik saja ia berproses dalam
toilet training ini. Untuk para ibu, kuncinya adalah pandai menemukan
ide kreatif untuk menarik hati buah hati untuk menjalani suatu aktifitas yang
membawanya pada sebuah kemandirian. Semoga berhasil.
Pasti deh ada fase "main air" hehehe.
BalasHapusiya nih bunda, selalu ada "main airnya" ya. asik juga sih, kadang aku ikutan main air juga,hihihi
Hapus